BatuBelubang: Desa nelayan dengan cerita luar biasa

Indonesia memang tak pernah kehabisan pesona, terutama jika kita menengok ke desa-desa pesisir yang menyimpan sejuta potensi alam dan budaya. Salah satu desa yang berhasil mencuri perhatian kami kali ini adalah Desa Batubelubang, sebuah desa nelayan yang terletak di pesisir Bangka Tengah. Dikenal sebagai daerah yang kaya akan hasil laut, Batubelubang menyimpan cerita menarik yang layak untuk dibagikan.

Bersama sahabat kami, Pak Alimudin, kami berkeliling desa untuk menggali lebih dalam potensi yang dimiliki Batubelubang. Tidak hanya menyaksikan pemandangan pantai yang memanjakan mata, perjalanan ini juga membuka wawasan kami akan kekayaan laut yang diolah secara mandiri oleh masyarakat desa dengan cara yang unik dan penuh nilai budaya.

Sentra Ikan Asin: Produksi Hingga 30 Ton per Bulan!

Tujuan pertama kami adalah salah satu kebanggaan masyarakat Batubelubang — sentra pembuatan ikan asin terbesar yang dimiliki oleh Pak Haji Samsalam. Tempat ini bukan hanya sekadar area produksi biasa. Di sinilah berbagai jenis ikan hasil tangkapan laut diasinkan dan dijemur secara tradisional hingga menghasilkan cita rasa khas yang digemari tidak hanya oleh warga lokal, tetapi juga dari luar Pulau Bangka.

Produksi ikan asin di tempat ini terbilang luar biasa — rata-rata mencapai 30 ton per bulan! Beberapa di antaranya bahkan diekspor ke luar daerah. Melihat langsung proses pengasinan dan penjemuran ikan memberikan kami pemahaman mendalam tentang betapa pentingnya sektor ini dalam roda perekonomian desa.

Setelah dari sentra ikan asin, kami mengunjungi sebuah bengkel perahu tradisional. Meskipun saat itu tidak ada aktivitas karena baru saja menyelesaikan pembuatan perahu, kami masih bisa melihat langsung hasil karya masyarakat lokal: sebuah perahu kayu kokoh yang siap mengarungi lautan. Bengkel seperti ini memainkan peranan penting bagi para nelayan, karena menyediakan alat utama mereka dalam mencari nafkah di laut.

Namun yang paling ditunggu-tunggu dalam perjalanan kami kali ini adalah mengunjungi proses pembuatan Rusip, salah satu produk olahan ikan khas dari Batubelubang. Rusip adalah fermentasi ikan teri atau ikan kecil yang dicampur dengan garam dan sedikit gula, menghasilkan rasa dan aroma yang sangat khas — dan bagi pecintanya, sangat menggugah selera!

Kami beruntung bisa menyaksikan langsung proses produksi Rusip yang dikelola oleh Bu Yatin, salah satu pelaku usaha lokal. Tidak hanya itu, beliau juga memproduksi kricu, camilan berbahan dasar ikan yang digoreng renyah. Kedua produk ini bukan hanya mencerminkan kekayaan rasa, tapi juga menjadi simbol kemandirian ekonomi masyarakat pesisir.

Perjalanan kami ditutup dengan mengunjungi pasar sayur dan pasar ikan yang menjadi pusat aktivitas ekonomi warga. Di lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Batubelubang, para nelayan menjual hasil tangkapan mereka secara langsung, menciptakan suasana yang hidup dan penuh semangat gotong royong.

Tak jauh dari pasar, kami juga mengunjungi dermaga desa, titik penting bagi para nelayan yang hendak berangkat atau pulang dari melaut. Di sinilah kehidupan berputar, dari malam hingga pagi, dari laut kembali ke darat, menyatukan kerja keras, tradisi, dan keberkahan laut.

Desa Batubelubang bukan sekadar desa pesisir biasa. Ia adalah gambaran nyata dari kemandirian ekonomi berbasis laut, yang tumbuh dari tangan-tangan terampil masyarakatnya. Dari ikan asin, rusip, hingga bengkel perahu, semua menjadi bukti bahwa kekayaan alam tak akan berarti tanpa kearifan lokal yang menjaga dan mengolahnya dengan bijak.

Berjalan di desa ini seolah mengingatkan kita bahwa Indonesia memiliki kekuatan besar di akar rumputnya. Potensi desa seperti Batubelubang harus terus didukung, diberdayakan, dan dikenalkan agar generasi mendatang tahu — bahwa di balik aroma ikan asin dan deru ombak, ada cerita kehidupan yang luar biasa.

Komentar